Admin
10/23/21, 10/23/2021 WIB
Last Updated 2021-10-23T14:19:03Z
Esai

Kelahiran Muhammad: Kontroversi Antara Mazhab Tradisonalis dan Revisionis

 

Sumber gambar Pinterest

Di samping cerita-cerita tentang mukjizat yang menakjubkan, detail kronologi kehidupan Nabi yang disebutkan dalam kitab-kitab sirah juga tidak terlepas dari masalah. Ada tiga momen penting dalam kronologi kehidupan Nabi, yakni hari kelahiran, kenabian, dan wafatnya Nabi.


Abdul Al-Muttalib, pemimpin suku Quraisy saat itu betanggung jawab terhadap Ka’bah, mengawinkan putranya Abdullah dengan Aminah dari suku Yastrib (sekarang Madinah). Sejak hamil, Aminah menyadari bahwa anak yang dikandungnya itu bukanlah janin bayi biasa.


Pada malam kelahiran Muhammad, seorang Rabbi (pendeta Yahudi) berdiri diatas sebuah bukit di Yastrib dan berteriak: “Di bawah bintang ini akan lahir Ahmad (nama lain bagi Muhammad, yang juga berarti “paling terpuji”).” Namun, orang-orang di Yastrib tidak menggubrisnya.


Kita tau bahwa, Muhammad lahir dan diangkat sebagai Nabi kemudian meninggal pada hari, tanggal dan bulan yang sama yakni, Senin 12 rabi’ul awal. Kenapa hari, tanggal, dan bulan tersebut begitu penting sehingga Nabi digambarkan mengalami momen-momen bersejarah?


Dalam kajian sejarah, bulan Rabiul Awal memang dianggap sebagai bulan bersejarah, khususnya bagi agama Yahudi. Sebab di kalangan umat Yahudi, Nabi Musa diyakini lahir bulan Rabiul Awal. Kata “Rabiul Awal” berarti “musim semi awal” Nabi Musa diyakini lahir dan wafat pada bulan yang sama, yakni Adar. Dalam kalender Islam bersamaan dengan Rabi’ul Awal. Adar menandakan bulan tradisi dari musim dingin ke musim semi.


Sebagimana Islam, dalam tradisi Yahudi, hari Senin dan Kamis ditetapkan sebagai hari berpuasa. Ada hadis yang menyebutkan, bahwah sunnah puasa pada hari senin karena pada hari itu Muhammad lahir dan diutus sebagai Nabi. Riwayat lain menyebutkan, disunnahkan puasa pada hari Senin dan Kamis karena pada hari senin Nabi lahir, diutus jadi Rasul dan meninggal, sementara pada hari Kamis amalan seseorang diangkat kelangit.


ada semacam kesulitan yang dihadapi sejarawan modern ketika mengkaji dan menelusuri figure Nabi Muhammad Saw, hal ini karena tidak adanya dokumentasi yang ditulis sezaman dengan hidup Nabi. Literatur tentang biografi Nabi Muhammad yang ditulis oleh sarjana muslim awal seperti, Sirah Nabawiyyah, karya Ibnu Ishaq (w. 767), dianggap masih belum bisa memberikan informasi memadai dan terpercaya.


Secara umum literatur tradisional yang menelusuri figur Nabi, menarasikan bahwa nabi lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan tahun 570 M dan meninggal pada tanggal 12 Rabiul Awal. Nabi Muhammad menerima wahyu saat berusia 40 tahun. Beliau berdakwah di Mekkah selama tiga belas tahun. Setelah itu, nabi hijrah ke Madinah. Di Madinah, nabi berdakwah selama kurang lebih sepuluh tahun, dan berhasil mengislamkan sebagian besar masyarakat Madinah, lalu beliau meninggal dunia tahun 632 saat berusia 63 tahun.


Narasi penyebutan “tahun gajah” ini dalam literatur tradisional merujuk pada penyerangan yang dilakukan tentara Abrahah dari Etiopia ke Mekkah, setelah membangun Katedral di San’a Yaman dan kalah populer dengan Ka’bah serta patung-patung yang ada di sekitarnya. Maka, untuk mewujudkan ambisinya, Abrahah menyerang Ka’bah yang dalam sejarahnya membawa pasukan yang menunggangi Gajah.


Di tengah perjalanan pasukan bergajah yang dipimpinnya, diserang oleh burung-burung dan dilempari batu. Pada momen inilah Nabi Muhammad dilahirkan, sehingga tahun kelahirannya disebut ‘am al-fil atau tahun gajah. Sementara, turunnya surat al-Fil dinarasikan sebagai bagian dari episode perjalanan kelahiran nabi, agar supaya sesuai dengan peristiwa mukjizat dalam Al-qur’an.


Narasi lain dalam literatur tradisional adalah penetapan bulan Rabiul Awal sebagai bulan kelahiran nabi, disinyalir sebagai bagian dari mukjizat nabi, sebagaimana pemahaman konvensional di kalangan umat Islam dari dulu hingga saat ini.


Diskursus penetapan tahun dan bulan kelahiran Nabi, tentu melahirkan polemik di kalangan para sarjana resivionis. seperti, Jhon Wansbrough, Michael Cook, Patricia Crone, dan Mun’im Sirry, sebagai tokoh kesarjanaan revisionis, mereka melihat ada semacam kejanggalan dalam penetapan tahun dan bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Mun’im Sirry mengajak kita untuk mendiskusikan dua hal. Pertama, benarkah tahun kelahiran Nabi sesuai fakta sejarah atau hanya sebagai bentuk pengagungan atas nabi? Kedua, seberapa yakin kita kalau nabi Muhammad lahir di tanggal dan meninggal pada 12 Rabiul Awal?


Walaupun al-qur’an tidak mengaitkan Surat Al-fil dengan kelahiran Nabi, para penulis sirah merujuk pada peristiwa tersebut sebagai tahun lahirnya Muhammad. Tapi, kapan tepatnya penyerangan tantara bergajah tersebut terjadi? Jika mengikuti kronologi tradisional, peristiwa itu seharusnya terjadi pada tahun 570 M, tahun kelahiran Nabi. Hal itu berdasarkan perhitungan bahwa Nabi meninggal pada 632 M dalam usia 63 tahun.


Persoalannya ialah sumber-sumber dokumen yang ditulis pada abad keenam tidak mengkonfirmasi penyerangan tantara bergajah ke Mekkah pada 570 M, melainkan sekitar delapan belas tahun sebelumnnya, kemungkinan tahun 552. bukti-bukti diluar literatur sirah, baik kronika Yunani yang ditulis oleh Prokopis atau tulisan prasasti yang ditemukan di Sumur Muraighan, Yaman (diperkirakan berasal dari akhir abad keenam), semuanya mengindikasikan bahwa penyerangan tantara Abrahah terjadi pada 552 M.


Prokopis menggambarkan kekuasaan Abrahah terjadi pada 545 M. jika kesaksian penulis Yunani itu di ragukan, karena jaraknya yang jauh dari lokasi kejadian, prasasti yang di temukan di Yaman cukup kuat untuk dijadikan bukti karena ditulis pada periode dan lokasi kejadian. Secara eksplisit disebutkan bahwa peristiwa itu terjadi pada 662 (tahun Himyariyah). Apabila dikonversi ke tahun masehi bertepatan dengan 552 M (lihat, Baston, 1954: 389-392).


Banyak studi terhadap sumber-sumber Arab pra-Islam cenderung membenarkan bahwa penyerangan tantara Abrahah terjadi pada 550-an. Studi-studi tersebut tidak dimaksudkan untuk mengkonfirmasi atau menolak kelahiran Nabi pada Tahun Gajah, melainkan menganalisis catatan-catatan yang tersisa dari tradisi Arab Selatan, terutama Yaman.


Pertanyaan yang tersisa adalah, kenapa para penulis sirah menetapkan kelahiran Nabi pada Tahun Gajah? Barangkali jawabannya terletak pada kenyataan bahwa biografi Nabi ditulis belakangan. Pada abad kedelapan Ketika narasi-narasi sirah mulai di himpun, peristiwa yang mudah diingat dan diabadikan dalam Al-qur’an adalah penyerangan tantara Abrahah.


Argumen ini mengingatkan hipotesis yang disebutkan para penulis sirah memang berupaya mengaitkan berbagai fase kehidupan Nabi dengan teks-teks al-qur’an. Hal itu merupakan rangkaian dari upaya mengaitkan kelahiran Nabi dengan waktu-waktu yang dianggap memilik nilai kesucian, seperti hari Senin atau bulan Rabi’ul Awal yang dalam tradisi Yahudi punya nilai keaagamaan.


Sebenarnya bukan hari, bulan atau tahun tertentu yang menjadikan kelahiran Nabi bernilai agung. Justru sebaliknya, hari apa pun, tanggal apa pun, dan tahun apa pun yang di dalamnya Nabi Muhammad dilahirkan akan menjadi hari, bulan dan tahun yang agung. Namun demikian, para penulis sirah merasa perlu mengaitkan kelahiran dengan peristiwa-peristiwa bersejarah tertentu.


Dari standar apa pun, Tahun Gajah itu merupakan tahun bersejarah yang tak akan pernah dilupakan dalam memori orang-orang Arab. Dalam konteks itu kita bisa mengerti kenapa sebagian ulama Muslim awal mengaitkan kelahiran Nabi dengan Tahun Gajah walaupun mereka ternyata berspekulasi kapan Tahun Gajah itu sebenarnya terjadi.


Narasi-narasi yang mengitari figur-figur utama dalam kemunculan suatu agama, seperti Buddha, Musa, Yesus, atau Muhammad, ditulis sebagai suatu sejarah kesakralan (sacred history), bukan sejarah apa yang sesungguhnya terjadi. Dalam sacred history, mitos dan fakta berbaur begitu bebas dan tak ada ujung pangkalnya. Barangkali memang tidak ada agama tanpa mitos.


Pada dasarnya, apa yang menjadi diskursus tentang penetapan tahun dan bulan kelahiran nabi bukan suatu yang bisa disanksikan. Melainkan, hanya sebatas pencarian atas fakta historis yang lebih sesuai dengan narasi faktual, di tengah menguatnya kajian historis Nabi Muhammad di kalangan kesarjanaan revisionis di Barat.


Pendekatan revisionis dalam kesarjanaan modern, harus dimaknai sebagai perspektif baru yang non-konvensional dan non-ortodoks di dalam mempersoalkan kemunculan Islam awal. Termasuk literatur yang menarasikan biografi Nabi Muhammad. Dengan cara menjadikan sumber-sumber non-muslim yang ditulis sezaman dengan kehidupan Nabi. Selain itu, pendekatan revisionis ini, bisa saja menjadi pendekatan alternatif dalam kajian sejarah masuknya Islam ke Nusantara yang hingga saat ini belum ada kata sepakat di kalangan sejawaran Indonesia.


Pada akhirnya, sebagaimana dikatakan Mun’im Sirry, kapanpun tahun dan bulan lahirnya Nabi, mari kita tetap gemakan salawat atas junjugan Nabi kita Muhammad Saw. Peringatan maulid Nabi tak akan pernah berkurang khidmatnya sebagaimana saat ini dan ke depan, walaupun tahun dan bulan kelahirannya masih dalam perdebatan di kalangan kesarjanaan revisionis.


Penulis

Aldy Lompang  (Relawan TBM Teras Inomasa)